Little Boy



"I bet you'll never remember the things I'll never forget"

"And she loved a little boy very, very much- even more than she loved herself" -Brooke

Saat terakhir aku melihatmu? 
Entahlah, apa itu bisa di sebut pertemuan kita atau raga sepihakku saja yang fokus melihatmu berlalu sambil tetap memandang lurus ke arah depan dengan raut dingin tanpa mempedulikanku.

Bahkan temanku yang sedari tadi berjalan di sampingku, Ia pun berusaha untuk menarik perhatianmu agar melihat ke arahku sebentar saja.

"Aku nyata, aku menapak tanah, aku bernafas, dan aku disini berpapasan berbeda arah berjalan di sampingmu."

Entah aku yang terlalu berharap jika kamu lelaki kecilku dulu masih tinggal di dalam raga seorang lelaki beraut dingin itu atau memang kau memutuskan sudah tak peduli dengan kisah sederhana kecil kita.

Entah aku yang bodoh selalu duduk di tempat yang sama setelah lelah berkeliling memandang jutaan keindahan nyata.
Tapi hey, aku terlalu terbiasa untuk menjadikanmu rumah dan tujuan akhir perjalananku. Apa itu salah?

6 tahun mengenalmu, bukan waktu yang cepat untuk dilalui bukan?

Ingatkah kamu di saat kita berlomba mengumpulkan tugas, orang pertama akan mendapatkan nilai sempurna. Saat itu aku dan kamu sangat antusias dan berlari kedepan dan ternyata kamu berada di belakangku. Aku pun tertawa namun di saat bersamaan ternyata aku salah mengerjakan soal dan kamu pun tertawa sangat keras.

Saat kamu mengajakku ke rumahmu untuk pertama kali dan menunjukkan dimana kamarmu,kamarmu berwarna biru dan itu adalah favoritmu dulu bukan? Namun sekarang berubah merah karena kamu pun menyukai salah satu club sepak bola itu. \
(dan kenyataannya sampai sekarang club itu bahkan seperti kekasihmu satu satunya)

Saat pertama kali telfon, ingatkah kamu? Aku bahkan menata rambutku dengan perasaan tak karuan padahal bodohnya kamu tidak akan bisa melihatku. Saat itu aku tersenyum seharian karena mendengar suara kamu saat bertanya "Kamu sedang apa?" Entahlah pertanyaan itu menjadi favoritku sampai sekarang mungkin karena kamu yang pertama kali mengatakannya.

Saat dulu kamu selalu suka menyembunyikan sandalku di sekolah berkali kali. Dan aku pun kesal dan menangis sambil terus berkeliling mencarinya, kamu pun merasa bersalah dan melihat ke arahku berkali kali. Bahkan di kelas pun, saat hanya ada kita berdua entah kamu tak berani berbicara karena melihatku menangis namun kamu selalu melihat ke arahku saat itu. Kamu sangat lucu sekali saat itu, sampai aku menahan tawa ku takut kamu melihatnya.

Saat aku terlalu kesal dengan sifat kamu yang setiap hari menggangguku, akhirnya aku memberikan julukan 'Imam Bonjol' dan kamu tersenyum bahagia dengan julukanmu itu dan berkata kalau kamu memang setampan Imam Bonjol.

Saat mendapatkan tugas mengarang, aku pun mengumpulkan buku sebanyak mungkin agar kamu pinjam kepadaku. Entahlah, aku melakukan segala hal agar bisa berbicara denganmu.

Saat aku berlari mengejarmu menuruni banyaknya anak tangga dan kamu pun akhirnya terjatuh. Disaat itu adalah saat dimana aku sangat merasa bersalah kepadamu dan tak berani meminta maaf. Aku bingung apa yang akan aku lakukan dan aku hanya bisa menangis di kamar terkunci. Dan akhirnya kakakku menjelaskan ke ayah dan ibu sejak itu mereka tahu adanya kamu.

Saat pelajaran outdoor dulu, aku dan kamu bersebelahan dan hampir berpegangan tangan. Dan entahlah, kamu menolak dan aku pun menolak lebih keras untuk menutupi sikap salah tingkahku.

Dan disaat terakhir ujian praktek lari mengelilingi sekolah, langkahmu sangat panjang hingga aku sampai susah untuk terus berada tepat dibelakangmu. Aku terus berlari dan berlari hanya untuk terus ada tepat dibelakangmu. (bahkan aku tak berusaha mendahului larimu, walaupun dulu aku sangat bisa) karena aku tak bisa melihatmu jika aku berada di depanmu.

Setelah beberapa hal berlalu, persahabatan kita semakin dekat dan  entah mengapa aku merasa harus menyatakan semua rasaku ke kamu dan disaat itu pula kamu menjauh dan menghilang.

Kamu bahkan memberiku peringatan untuk menjauh, sampai sekarang aku bahkan tak tau dimana letak kesalahanku.

Dan ya, awalnya aku masih tak percaya. Aku tetap disampingmu dan mengganggumu dan lama kelamaan aku tau kalau kamu benci dengan sikapku, dan akhirnya aku pun menjauh.

Sampai sekarangpun aku berusaha keras untuk berada satu sekolah lagi denganmu. Aku berusaha yang terbaik karena aku pun tahu kamu pun juga. Namun, kamu berada ditempat lain yang berbeda.

Setelah itu aku tetap berusaha agar selanjutnya akan satu tempat denganmu. Aku melakukannya lagi, dan lagi kamu berada di tempat berbeda.

Hingga 6 tahun pun berlalu, dan aku bertemu lagi dengan sosok Imam Bonjol kecil yang tak bisa dibilang kecil lagi. Dia sangat tinggi hingga aku mungkin hanya sebahunya.

Hingga di titik ini, aku sudah tak merasakan apapun. Entahlah, mungkin hanya beberapa saat aku teringat dan berusaha melupakan. Karena kamu pun sampai sekarang tak pernah peduli.
jadi, untuk apa aku disini terus mengetuk pintu sedangkan kamu pun tak tahu jika di situ ada sebuah pintu?

Aku akui, terkadang kamu masih jadi kenangan favorit yang muncul disaat aku bosan ataupun lelah dengan rutinitas harian. Karena kamu lelaki kecil pertama yang membuatku tertawa bahkan menangis karena sikap sikapmu.

Bukankah ini memang layak untuk diingat? Maksudku hey, kita dulu terlalu kecil untuk menentukan sikap dan aku terlalu berani untuk mengungkapkan.
tapi aku tak pernah menyesal mengenalmu.

Harapanku hanya satu, maafkan aku semoga kita tidak bertemu lagi. Karena sikapmu yang tak peduli akan merusak memoriku tentang lelaki kecil itu.

Aku menyukai senyum manis lelaki kecil yang menggendong tas merah dan berlari ditengah hujan.

Dan terima kasih untuk semua kisah kita, little boy.


"Kalau kamu suatu hari sesekali mengingatku, yang harus kamu tahu adalah aku pernah setiap hari melakukan itu" -Namarappuccino








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alka Story :)

Tunggu Aku!